Sapiku Celenganku

03.10



Malam semakin larut tatkala pemuda itu mencoba memejamkan mata, jarum jam menunjuk pukul 01.15 waktu indonesia bagian semarang. Langit-langit putih kamar 3x4 m berhias serangga-serangga malam yang mengelilingi lampu berwarna putih cerah itu.

pikiranya jauh melayang, penuh pertanyaan ide dan gagasan. Sebulan menjalani kuliah Manajemen Usaha Peternakan membuatnya berfikir ulang antara apa yang ia pelajari di kelas dan realita di rumahnya, semua tentang sapi bukan layaknya pemuda pemudi yang malam minggunya penuh ingatan kekasih dan mantan.

tak sabar rasanya menunggu pagi dan segera pulang kampung. Kali ini misinya bukan hanya birrul walidain tetapi menyampaikan segudang gagsanya tentang sapi untuk kang rukin, suami mbaknya yang sejak puluhan tahun sudah memelihara sapi dikandang mungin belakang Rumah.

Kang rukin masih sibuk nimpal (membersihkan kandang) tatkala aku menghampirinya, "yen arep ngobrol habis ashar wae, bar sholat sekalian njagong"

Telo goreng & dua gelas kopi sachet menemani obroloan kami sore itu, di dipan yang terbuat dari kayu jati nyaman sekali untuk bersila. Aku mengutarakan pendapatku bahwa sistem memelihara sapi di rumah selama ini berdasar apa yang sudah aku pelajari kurang efektif.

Pertama, dari sisi jumlah kalau hanya satu dua jelas operasional akan lebih besar dari pada hasil yang bisa didapat dan secara keuntungan tidak sebanyak kalau memelihara 5-10 sapi.

Kedua, pemberian pakan yang serba hijauan jadi memperbesar biaya & kurang efektif untuk penggemukan, tidak harus serba hijau jerami yang kering juga bisa setelah difermentasi serta tidak perlu tip hari ngarit (cari rumput).

Ketiga, pola pemeliharaan kurang maksimal. Andai bisa dilokalisir di satu kandang denagn kapasitas lebih banyak akan lebih efektif.

Kang rukin dengan santainya menyimak penjelsan dan teoriku, sesekalui menyeruput kopi sachet dan tersenyum.

"Wis ngomonge? Ngene lho le.." gantian beliau yang berbicara.

Teorimu kuwi apik, hanya saja di lapangan terutama di sini tidak sepenuhnya seperti itu kondisinya. Ono sebagain yang bagus dan sebagin lagi yang tidakk mudah diterapkan karena perbedaan persepsi dan mindset.

Misale..

Pertama, mindsetku dan beberapa tetanggamu di sini yang punya sapi bukan sebagai usaha yang harus dihitung saklek, beli bobot awal berapa dalam sekian bulan jadi berapa. Tetapi mindset lebih sebagai "celengan".

Kedua, sanajan sapi doyan jerami fermentasi tapi ya kasihan tho ya, bagi kami sapi adalah bagian dr keluarga. Nek jare tsubasa "bola adalah teman" memberi hijauan tiap hari, memandikan, angon dan traetment2 lain bagian  perhatian, kasih sayang dan perwujudan perikehewanan.

Ketiga, kenapa rumahan dan jumalha sayu dua, ya karena modale gak ada. Kembali point pertma "sapi adlah celengan" untuk memenuhi lebutuhan harian dr kerja apapun dan untuk kebutuhan tahunan seperti biaya masuk sekolah, perbaiki rumah, beli kendaraan dr hasil penjula sapi tadi. Setelah dikurangi unyuk beli lagi binit lagi misalnya.

Oooo..aku pun mengangguk2 mendengar penjelsan itu, dan sebagian malu karena merasa sdh plg pinter, sebgin lgi pruhatin dan sisanya adalah rasa bangga. Banyak yg harus dipelahari ttg bgmna memanndang hidup ini.

Lalu, akupu kembali ke habitat penuh idelaisme, bis indonesia pati-semarang melaku kencang, trackbterpanjang demak dan indahnya hamparan sawah di kanan kiri jalan membawaku pada lamunan. Lamnna mncoba mnyimpulkan pekjaran hari ini.

Satu, ada gap yang lebar antara idelaisnya dunia kampus yang maju dg realita di masyarajat dr studi kasus sapi ini. Bukan kelemahan tp menurtku justru tantangan. Dipelukan mereka yv berperan jd pernatara fasilitator antara idelaisnya ilmu kampus dna masyarakat. Agar penelitian2 yang keren itu tdk berlahir diperpus & jurnal saja. Dan aku mau jd bagian fasilitator itu.

Dua, pelakukan hewan ternak sebagai bagian dr keluarga & perjuangan hidup mmbuat manusia lbh mengharagai ternak dan merwatnya dg baik, jd inget bgmna org jepang mmperlakuka sapi2 mereka hingga hatganya mahal seklai. Ini bukanhal yg aneh justru kelebihan yg hrs diperyaha kan n ditibgktkan.

Tiga, sapi adalah celengan. Kang rukin & se bgain besar mayratakt hidup dg pola pikir yg sngar sedehana, memnuhi cashflow harian dr pekerjaan sehari-hari. Dan  menjadikan sapi sng celwngan untuk kebutuhan tahunan. Maka yg dibutuhkan sbenarnya dalah kepastian lapbgan pekejaan. Apaoun yg pwnting ketika bagun pagi sdh tahu kemana akan memcari nafkah. Sesederhan itu wahai pemerintah & para plitisi.

Keempat, akan lebih baik jika jumjah sapi celengan lebih dr satu atau merata yiap rumah ada karena faktnya tdk semua juga mmpu membeli sapi sbg celwngab. Tiba2 lamunanku tertuju pd teman2   yang sudah keja & punya usha. Mereka pnya tabungan yg tdk sesikit di relening dan tdk digunakan dlm waktu dekat & mendesak. Ada sebuah peluabg yg dmbisa dijembatani antara mereka yg punya dana nganggur & mereka yg punya kemempuan beternak. Kengalirkan uang, krena pd dasrknya pd harta dlm jumlahtertentu dlm waktu tertentu ada hak2 mreka utu megapa da keqjiban zakat mal. Dr pd ditabung di bank konvemsiaonal betamhah dgn riba lbh baik dialorlan.

"Ayo turunan terkahir..temunal terboyo" syara kenek bis membangunkan lamunannku, aku tersenyum, melangkah keluar dan menapa langit sambil menghela napas panjabg " ya rab, jika ini memang baik & bermanfaat mudahkan jalan rencana ini..semoga bwrkah amin "





Artikel Terkait

Previous
Next Post »
Silahkan Komentar Disini :