Kamu Cebong, Kamu Kampret, Aku jadi Manusia saja!

04.14


Nandarart -- Kamu cebong kamu kampret, dikotomi akibat dukung mendukung capres cawapres semakin meruncing akhir-akhir ini, bisa jadi karena kurang dari sebulan lagi pencoblosan akan dilakukan. 

Saya kurang tahu pastinya kapan, muncul istilah cebong untuk mengidentifikasi pendukung capres 01 dan kampret untuk pendukung 02. Tetapi menurut saya cikal bakal terbelahnya masyarakat kita adalah sejak pilkada DKI 2012 lalu, dilanjut Pilpres 2014 yang calonnya hanya 2 dan semakin panas tatkala Pilkada DKI 2017 sayangnya Pilpres 2019 dengan hanya ada 2 pasangan calon lagi.

Saya sudah sampai level jijik melihat polah Diehard kedua pasang calon dalam mengkampanyekan calon dan menyerang calon lain. Diakui atau tidak, polarisasi dan pembelahan terjadi di masyarakat yang akhirnya sangat dikotomis.

"Kamu pendukung 01 ya?" 
"Bukan"
"Berarti pendukung 02?"
"ya belum tentu Zainal!"

Dialog seperti diatas sering kita temui, seolah hidup harus berpihak pada salah satu saja, toh memilih gak harus jadi pendukung kan? dan bisa jadi golput juga.

Banyak peristiwa tidak penting akibat polarisasi politik kubu-kubuan ini, ada suami istri yang ribut, ada yang pacaran putus, bahkan pernah ada berita hnngga adu fisik jotos-jotosan.

Kesimpulan saya, tidak penting banget, kamu boleh menjadi pendukung salah satu capres, jadi cebong atau kampret, silahkan. Tetapi tetap gunakan akal sehat. Pilpres dan pemilu cuma sehari dan 5 tahunan. Sungguh eman-eman persahabatan dan seduluran yang selama ini sudah terjalin hanya gara-gara pilpres semata.

Pesan saya juga, dukung seperlunya, cintai sewajarnya, benci secukupnya setelah Pilpres sebaik apapun pemerintahan yang terpilih kita musti tetap mengusahakan sendiri nasib kita. Gak bisa kemudian ujug-ujug jika pilihan kita menang lalu kita leha-leha dan tiba-tiba sejahtera.

Sepengamatan saya mereka yang ngotot hingga berbusa-busa adalah (1) pendukung yang idealis, (2) pendukung yang dibayar dan (3) mereka yang terlanjur malu dengan junjungan masing-masing namun gengsi mengakui kelemahan tiap junjungan, maka yang terakhir ini sebenarnya tidak sedang membela junjungannya namun membela harga dirinya sendiri. Ya kalau kamu bukan diantara Ketiga golongan di atas, ngapain serius amat sampai segitunya.

Saran Saya
Sebagai anak bangsa, saya khawatir dengan kondisi seperti ini, terlihat selama 5 tahun polarisasi itu tak kunjung reda. Dan menjadi bibit-bibit baru keretakan kerukunan. Saya menyarankan selain mendukung sewajarnya, bersikaplah adil dan gentel, siapapun yang terpilih nanti jika program dan prestasinya baik ya akuilah, apresiasi. Namun jika salah dan kurang sudah sewajarnya kita krtitik demi perbaikan, sekalipun dulu ia pilihan kita.

Kadang saya prihatin, orang-orang yang entah siapapun pemimpinnya jika salah dicari Rasionalisasi pembenaran akan kesalahan itu dan jika bukan pilihanya maka tiap hari dicari terus kesalahanya seakan tak ada kebaikan sedikitpun dari orang itu.

Saya khawatir ya, orang-orang seperti ini ketika hendak tidur yang terfikir adalah, 
"Besok si A, si B bikin salah apa lagi ya?"
"Semoga besok si A, si B bikin salah biar bisa kita Bully"

Gak usah senyam-senyum, hal itu terjadi pada Pemerintahan Presiden Pak Jokowi dan Pemerintahan Gubernur Jakarta Pak Anis Baswedan. Cebong-Kampret Podho wae!. Saya menyebutnya Benci mah Benci aja!, kalau sudah benci maka akal sehat tidak jalan. 



Jangan-jangan kita memang tidak ingin Indonesia maju dan sejahtera, atau hanya ingin Indonesia maju dan sejahtera jika dipimpin golongan kita saja, Egois gak sih?

Astagfirullahadzim 

Ayolah, kita ingin Indonesia lebih baik kan? secara jumlah penduduk, potensi alam dan manusianya Indonesia harusnya bisa lebih besar dan bisa berperan lebih besar di Dunia dari yang sekarang. Maka stop jadi Cebong dan Kampret, jadilah manusia.

Nandar
Simpatisan Garbi Semarang 


Artikel Terkait

Previous
Next Post »
Silahkan Komentar Disini :