Antara Aku, Kang Nandar dan Secangkir Kopi

20.34
 November 23, 2013 at 6:59pm
Tulisan Puji Norbawa

       Malam tak kunjung surut, masih menampakkan geliatnya, Tembalang kota. Antara aku, Kang Nandar dan secangkir kopi, pun masih menyisakan cerita. Bang Herman, seperti biasanya, menemani kami hingga larut. Serta kopi, gorengan dan sepotong omelet, pun tak mau ketinggalan dalam cerita ini. Mbah Cahyo, konsisten dalam zuhudnya, transaksi sepotong gorengan dan air putih, pun menjadi tumbal dalam menguak misteri alam ghoib.

"Air putih ya Bang", transaksi itu pun segera dimulai. Gorengan seolah berubah menjadi sesajen. Menemani kami dalam ajang pembuktian "Dua Dunia".

       Kang Nandar, adalah manusia paling konsisten. Dia konsisten menjadi Big Bos bagi kami, aku dan mbah Cahyo. Pengikut gerakan terlarang, "jama'ah oplosiah". Sebuah gerakan gerilya, yang selalu mendapat sorotan pendamping. Namun, sejatinya mereka tak tau arah gerakan dari organisasi terlarang ini. Bahwasanya gerakan ini mempunyai visi mulia. Kawan, tahukah engkau partai terbesar di undip ini, "PKM (Partai Keluarga mahasiswa)" lahir dari gerakan terlarang ini. Partai mahasiswa paling fenomenal di Undip, lahir dari Markas Besar Jema ah Oplosiah, warung Burjo Bang Mad. Bermula dari obrolan politik warung kopi, Bung Gutom, Kang Nandar, dan ko-patriot lain. Dan kini, lahirlah PKM. Partai politik kampus yang menjadi dua besar pada aal berdirinya. Dua tahun berikutnya, menjadi jawara, mengalahkan partai rezim yang sudah berkuasa selama 10 tahun.  Ini menajadi bukti, bahwasanya politik pinggiran di warung kopi tak selalu basa - basi. Politik warung kopi adalah gerakan bawah tanah dari gerakan mahasiswa.

       Kang Nandar, masih dengan gaya Big Bosnya. Penikmat kopi sejati, seorang seniman dan bisnisman. Dan kini, melebarkan sayapnya di politik kampus. Menjadi orang dibalik layar setelah kepergian Bung Gutom, Presiden Pertama PKM. Entah apa motivasinya, hingga saat ini masih ku selidiki. Alur berfikir seorang seniman memang tidak dapat ditebak. Apakah aksi politiknya ini dalam rangka kaderisasi gerakan oplosiah, ataukah sarana melebarkan bisnisnya. Memang, sejatinya penguasa itu bukan politisi melainkan pengusaha. Ataukah aksinya ini dalam rangka menyiapkan melenggang ke ranah politik praktis. Entah, tak ada seorangpun yang tau. Memang, penantian terbaik adalah menyiapkan diri.

      Undip tembalang menunjukkan eksistensinya. inilah pesta para aktivis, PEMIRA. Pemilihan Raya, adalah momen bagi para aktivis untuk menunjukkan eksistensinya. Mahasiswa yang mempunyai gelar "aktivis", adalah mahasiswa paling sibuk sedunia saat menjelang pemira. Baginya, pemira adalah harga diri. Namun, ironisnya di belahan Undip lain masih ada mahasiswa yang tak tau apa itu pemira. Tak hanya itu yang menjadi ironis di Undip. Terkadang, para aktivispun sedikit tolol.

"Jarkom.... Seruan aksi memperingati hari Pahlawan. Kumpul jam 10 di Patung Kuda"

        ahh.... dasar mahasiswa bergelar aktivis. Mereka lebih kenal kuda daripada Pangeran Diponegoro. Jelas -jelas patung itu adalah Patung Pangeran Diponegoro yang sedang naik kuda. Tapi, kuda itu ternyata lebih dikenal para aktivis. Sangat ironis, seolah - olah menjadi manusia paling sibuk sedunia untuk mengobarkan nasionalis memperingati hari Pahlawan. Ternyata, dalam otak lebih banyak memikirkan kuda daripada Pangeran Diponegoro. Kawan, inilah realita yang harus kita terima. Sering, kita memikirkan suatu yang besar dan mengkerdilkan yang kecil walaupun itu kebenaran.


Thanks to Kang Nandar,

Artikel Terkait

Previous
Next Post »
Silahkan Komentar Disini :