Benci mah Benci Aja: Sebuah Renungan

04.31


Oleh: nandar

Saya akan menulis yang saya alami & amati saja biar lebih relevan. Politik jadi lebih menarik dan seru bagi saya saat tahun 2012. Ini kali pertama juga bagi saya kenal dan menggunakan media sosial twitter.

Dari sekian banyak tema, twit-twit tentang konstelasi politik menjadi salah satu tema yang menarik bagi saya.

Dan seperti yang pembaca tahu, tahun 2012 juga bersamaan dengan Pilkada DKI Jakarta yang dikemudian hari bak sinetron jadi berepisode.

Setahun setelahnya ada pilkada di Jabar & Jateng yang ikut seru, dan tentu saja 2014 Pilpres.

Entah di dunia nyata & sosial media lain, tapi di twitter masyarakat "seolah" terbelah. Kamu pendukung A & kamu pendukung B.

Kubu-kubuan ini menjadi dinamis & menarik serta menggelitik. Tiap hari Lini masa (time line) diwarnai berbagai perbincangan tentang kontestasi politik baik yang positif dan membangun hingga yang debat & serang (twit war).

Singkat cerita Pilpres usai dan ditetapkan pemenangnya yang kemudian jadi presiden. 

Apabila anda menira "pilpres" telah usai anda salah, karena time line tetap panas bahkan saat pilpres telah selesai. Yang kalah tiap hari menyoroti kebijakan pemenang dari yang besar hingga urusan "sepele" ada kalanya berupa Kritik tapi banyak juga yang menurut saya arahnya ke "nyinyir".

Sampai di sini sebelum melanjutkan saya punya sikap, di Pilpres saya secara pribadi dan kebijakan partai afiliasi saya mendukung capres yang kalah. Tapi saya berpendapat perdebatan harusnya usai ketika pemenang sudah ditetapkan. Kritik & kontrol tentu saja harus dilaksanakan & itu mudah bagi pihak yang kalah atau opisis, yang berat mah berani mengakui dan mendukung jika ap yng dilakukan capres terpilih baik dan benar.

Serasa dejavu dengan pilpres 2014 kita disuguhkan kontestasi yang tidak kalah seru di pilkada DKI 2017 kemarin.

Bedanya, bisa dikatakan kubu pemenang pilpres kali ini kalah dan sebaliknya kubu yang kalah pilpres menang.

Dengan segala dinamika dan pengaruh pilpres pada kubu-kubuan di twitter saya berharap tidak akan terjadi lagi pasca pilkada DKI.

Oh ya, Sebelum lupa ada beberapa nasehat-nasehat bijak dari kubu pemenang pilpres kepada yang kalah, misalnya "yang kalah legowo dong, ikhlas.." atau "kalau salah diingatkan kalu baik & benar dukung dong.." ada lagi "move on dong..pilpres sudah selesai".

Unfortunedly, nasehat bijak itu tak semudah dikatakan saat jadi pihak yang kalah. Dan hari ini 2 kubu nyaris tak ada bedanya dalam hal kritik atau bahkan nyinyir pada pemenang kontestasi politik.

Kita masuk inti ya he he..

Nah saya coba merenung, sepertinya ada yang kebih fundamental dari sekedar sebuah kontestasi politik dan ajang dukung mendukung. Kalau dibilang pilpres, pilkada dan pil..pil yang lain adalah nyari pemimpin dengan visi,   program kerja serta keberpihakan pada rakyat yang paling baik, sorry to say dari yang saya amati adalah omong kosong.

Nyatanya, bahkan ketika kata mayoritas khalayak seorang pemimpin mengeluarkan kebijakan dan program yang baik selalu saja salah dan jelek. Jadi masalahnya bukan program dan kebijakan tapi karena jokowi-jk dan anis-sandi saja. Benci mah benci aja.

Sebutan gaberner wagabener saja, bagi standar moral saya sudah jahat sekali. Seakan semua yang dilakukan adalah jelek. 

Hal fundamental berikutnya yang ketika saya renungkan jadi ngeri. Adalah tentang menagih janji.

Kita coba sepaham dulu, bahwa menagih janji kampanye seorang pemimpin adalah karena janji programnya baik dan akan menjadikan keadaan masyarakat lebih baik.

Tapi yang ada adalah, seolah-olah (naudzubillahindzalik..semoga hanya prasangka butuk saya saja) kita senang dan girang kalau janji pemimpin terpilih tidak berhasil diwajudkan/ditunaikan.

Dengan begitu seolah terkonfirmasi bahwa (harusnya) pemimpin jago kita yang terpilih yang paling baik dan yang menang sekarang adalah jelek (salah orang).

Jangan-jangan nih, ketika kita hendak tidur terpikir, "semoga besok pemimpin sekarang bikin kesalahan lagi.." ketika bangun buka sosmed "ada update apa? Pemimpin terpilih bikin kesalahan apa? Ada yang gagal lagi gak?"

Hanya karena kita ingin berkata.."nah kan..apa saya bilang".. naudzubillah.

Takdir itu sudah ditetapkan Tuhan, tapi wilayah manusia adalah wilayah penuh pilihan.

Saya memilih, ketika akan dan sedang berlangsubg kontestasi politik mencari pemimpin terbaik berjuang dengan segala daya upaya mendukung dan memenangkan calon yang saya dan partai afiliasi saya anggap baik.

Ketika kintestasi selesai dan pemenang ditetapkan, jika menang akan menjaga dan mengingatkan dan mengawal.

Jika kalah, akan mwngkritik jika kebijakan salah dan keliru dan tentu saja akan mendukung jika kebijakan pemimpin terpilih baik & bermanfaat.

Wallahu'alam..

Artikel Terkait

Previous
Next Post »
Silahkan Komentar Disini :